When a Dream Come True

Juli 12, 2014



“Hidup akan berhenti ketika kita berhenti bermimpi”, sebuah quote yang saya temukan beberapa jam yang lalu di timeline twitter. Memang begitu adanya yang saya alami, tapi untungnya saya tidak pernah untuk berhenti bermimpi. Orang bermimpi hampir seperti orang jatuh cinta. Ketika seseorangjatuh cinta, ia akan berjuang mengejar cintanya, rela berkorban, dan rela berubah baik secara fisik maupun pribadinya. Demikian pula orang yang bermimpi. Mimpi dan perjuangan adalah dua sejoli yang tidak bisa dipisahkan. Sementara keistiqomahan bisa diibaratkan sebagai rasa cinta dan setia pada mimpi tersebut.
Tidak ada yang besar jika yang kecil pun tidak ada, begitulah mimpi. Tidak ada mimpi yang besar ketika kita tidak memipikan hal-hal kecil. Karena mimpi yang besar adalah ketika ribuan mimpi-mimpi kecil bisa terwujud.
Lima tahun berjibaku dengan dunia jurnalistik membuat saya akrab dengan bermimpi. Dua tahun menjadi jurnalis binaan di SMP. Dan Tiga tahun saya harus mengerahkan tenaga dan pikiran saya untuk melaksanakan proker jurnalistik sekolah di SMA. Mimpi-mimpi kecil saya adalah ketika saya bisa membuat mading yang ramai pengunjung, membuat mading yang kontroversi, dipanggil saat upacara bendera untuk menyerahkan piala atas nama jurnalistik, sukses proker majalah di akhir masa kerja. Subhanaallah, tiga tahun saya perjuangkan itu semua dan bisa terwujud.
Jalan menuju perwujudan mimpi tidaklah semulus yang kita harapkan, ketika ujian menerpa itulah saat dimana kesungguhan sedang dinilai pantas tidaknya mimpi itu bisa kita dapatkan. Awak redaksi yang awalnya berjumlah delapan puluh dua orang semakin hari semaki berkurang, hingga akhir masa kerja saya hanya ditemani sepuluh orang awak redaksi. Saya tidak punya sekretaris, bendahara, redaktur pelaksana, dan editor bahasa. Teman-teman menempati posisi di layout grafis, tim kreatif, reporter dan fotografer. Dengan minimnya tenaga, saya harus merangkap menjadi administrasi untuk mengisi kekosongan kepengurusan. Belum lagi orang tua yang kadang resah ketika saya harus pulang sore, harus berangkat sekolah ketika libur, dan ketika rangking dan nilai rapor saya terjun bebas.
Mungkin saya akan bedosa ketika saya bangga saya sudah melakukan itu semua, termasuk bangga ketika saya tidak peduli dengan nilai sekolah karena saya mendapatkan pelajaran yang luar biasa bagi saya lebih dari sekedar nilai hitam di atas putih. Yaitu tentang tanggung jawab, kerja keras, disiplin dan kerja keras.
Di akhir masa kerja, saya sempat bingung. Ketika proker majalah terbit dan selesai dibagikan. Saya kira hidup saya setelah itu akan datar tanpa mimpi-mimpi kecil yang harus diperjuangkan. Beberapa hari sebelum majalah masuk percetakan, saya memiliki ide untuk bemimpi menulis buku dan menerbitkannya sebelum saya lulus SMA. Ide yang tidak saya pikirkan bagaimana caranya menuju target tersebut.
Skenario Allah yang sungguh luar biasa indahnya. Selesai menerbitkan majalah saya diminta datang ke kantor percetakan yang kebetulan milik alumni yang profilnya saya muat di majalah. Amazing, saya ditawari menulis buku motivasi. Tanpa berpikir panjang, saya kegirangan sambil mengiyakan tawaran tersebut. Seakan tenggelam dalam euforia tersebut saya belum sadar kalau buku yang akan saya garap adalah buku motivasi entrepreneur. Begitu sadar saya sedikit tercekat, dan bingung sendiri apa itu entrepreneur. Dan Allah memberi segala sesuatu yang hamba-Nya butuhkan, saya dipertemukan dengan teman-teman yang luar biasa dalam tim kepenulisan tersebut.
Libur semester V saya habiskan untuk menulis buku motivasi entrepreneur, sebuah teori perwujudan mimpi yang sedikit asing bagi saya. Tapi mentor, inspirator sekaligus fasilitator tim penulis terus mengupas habis tentang materi-materi buku. Ketika yang lain asik liburan, saya dan teman-teman harus menulis-menulis dan menulis. Saat liburan habis dan masuk semester VI, saya dan tim penulis memutuskan untuk terjun action di dunia bisnis sambil sekolah untuk membuktikan teori yang sudah kami tulis dalam buku tersebut. Bisnis yang kami pilih adalah jualan jajanan dari kelas ke kelas.
Setiap hari saya berangkat dengan membawa lontong dan gorengan buatan ibu, untuk dijual di sekolah. Sepulang sekolah, kami mampir ke pasar untuk belanja barang dagangan hingga nyaris Magrib, kami baru sampai di rumah. Begitulah kegiatan saya dan teman-teman sementara buku sedang masuk proses editing oleh penerbit.
Keuntungan jualan yang lebih dari lumayan kami tabung untuk mewujudkan target gila yang kami cetuskan sebelum mulai menggarap buku. Yaitu menginjakan kaki di Singapore. Perjuangan itu tidak berjalan mulus, ketika salah satu penulis tidak satu visi dan misi lagi, dan memutuskan untuk keluar dari tim. Naskah tulisannya pun harus dicabut, yang membuat proses editing jadi amburadul dan ISBN yang harus diganti lagi. Hingga pada akhirnya saya dan keempat teman saya terus mengukir asa dalam perjuangan.
Dua minggu sebelum UN, kami pergi ke kanto imigrasi untuk membuat paspor dengan hasil kerja keras kami selama tiga bulan terakhir. Setelah proses satu minggu, akhirnya paspor sudah di tangan. Antara percaya dan tidak percaya, perlahan mimpi-mimpi tersebut in sha Allah akan terwujud.
Proses penerbitan buku yang panjang, akhirnya sebulan setelah pengumuman UN, buku perdana kami terbit 1000 eksemplar. Sungguh kembali saya terbang bersama euforia kebahagiaan karena mimpi saya terwujud lagi, subhanaallah.
Tepat tanggal 5 Juli 2014 lalu, buku perdana saya resmi dilaunchingkan di Saung Bu Mansur. Launching sekaligus buka bersama yang dihadiri keluarga, teman-teman dan tamu undangan lainnya berjalan lancar dan sukses. Ketika saya dan keempat teman saya bergantian menyampaikan sekilas tentang buku, lagi-lagi saya nyaris tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi saat itu. Syukur tak henti-hentinya mengiringi nafas yang terus menghembuskan kelegaan.  Ketika berfoto bersama keluarga, teman-teman, dan panitia acara di backdrop sponsor acara. Puji syukur atas segala nikmat dan karunia Allah SWT.
Pujian dan sambutan hangat sampai juga ke telinga saya ketika bertemu dengan para pembaca, tak sedikit yang meminta tanda tangan di buku. Sungguh saya tahu, terkadang pujian bisa menjatuhkan. Saya hanya penulis pemula yang belum banyak pengalaman, sementara target dan mimpi-mimpi masih begitu banyak yang harus saya wujudkan. Saya berusaha menganggap pujian itu sebagai peringatan bahwa kesempurnaan adalah milik Allah dan pujian yang sebenarnya hanya miliknya. Waallahu a’lam.
Saya tidak akan berhenti di sini, dengan mimpi itu. Jalan saya masih panjang. Masih banyak mimpi-mimpi yang harus saya wujudkan, masih banyak tempat-tempat yang harus saya kunjungi, masih banyak orang-orang yang harus saya temui, masih banyak ilmu yang harus saya pelajari, dan masih banyak hal yang membutuhkan kerja keras.
Tekad saya adalah kuliah dengan beasiswa, membiayai hidup sendiri, dan akan terbit buku-buku kedua, ketiga dan seterusnya.
“Terkadang perjuangan mimpi mengenalkan kita pada kegagalan tapi kegagalan yang sebenarnya adalah ketika kita tidak memperjuangkan mimpi yang kita miliki”_dra_



 Lomba JOS (Journalist to School)
 Tim Redaksi jurnalis XII Majalah Angkasa eds. V
 Jualan jajanan dari kelas ke kelas
 Launching buku "Cambukan Entrepreneur"
*) bedah buku







Panitia Launching

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images