Perjalanan Pertama

April 06, 2020



“Apa yang kamu pikirkan, jika seorang perempuan bekerja di jalan?” Tanyanya lugu, tapi tampak serius. Aku butuh beberapa detik untuk mencerna pertanyaannya.

“Hei, boleh bilang pass kalau pertanyaannya sulit, haha.” Ujarnya tak sabar menunggu jawabanku.

“Emmm... Tidak sulit, hanya mengumpulkan beberapa pemikiran.” Kilahku.

“Okay, please say honest. Emmm... It’s too important for me, for you too maybe.”

It’s too important for me, kalimatnya terulang-ulang di pikiranku. Pendapat yang penting, berarti akan mempengaruhi keputusan yang penting, sepenting itukah diriku? Pikiranku memberontak, sementara sesuatu berdesir di dadaku.

“Oke, perempuan yang bekerja di jalan pasti ia adalah manusia kuat, insightfull, dan doing something flow.” Entah ini jujur atau sedikit jujur.

“Hahaha, sekeren itukah?”

“Aku pikir begitu, karena selalu ada alasan seseorang melakukan perjalanan, terlebih untuk suatu pekerjaan.”

“Iyalah, alasannya selalu ada, perjalanan manusia itu selalu ada muaranya.”

“Apa muaranya?”

“Hatinya. Ini ada lagunya.”

Perjalanan setiap manusia
Bermuara di hatinya
Usah cari mengapa
Jawabannya ada
Sebab alasannya adanya 
(Pelangi Reda, a Song by Mutia Prawitasari dalam Novel Teman Imaji)

“Kelana, kamu ada sesuatu?” Entah, aku selalu dianugerahi kemampuan menangkap sesuatu yang tidak bisa ia katakan dengan baik. Iya, ia selalu begitu. Kalimat-kalimatnya terlalu ajaib untuk bisa menyimpan sesuatu yang ingin ia katakan.

Ia meneguk es jeruk nipis tanpa gula hingga ke dasar gelas, menyisakan bongkahan ice cube. Sesuatu nampak berat untuk ia katakan.

“Ini tentang perjalanan pertama, aku belum memutuskan. Bisa iya, bisa tidak, belum ketemu jawabannya.”

“Jawabannya ada, sebab alasannya ada. Itu, kan? Kata lagu yang barusan kamu nyanyikan.”

“Yaaaah. Itukan lagu, haha.”

“Eh, bukan cuma lagu, tapi makna. Coba deh kamu maknai. Setiap orang selalu punya alasan untuk sebuah perjalanan, apa pun itu. Nah perjalanan pertama akan menjadi alasan ada atau tidaknya perjalanan selanjutnya. Take it, and you will know the answer.”

“Aku takut tersesat. Kan nggak lucu kalau tour guide tersesat.”

“Jangan takut, aku punya mantra supaya tidak tersesat. Mau tahu?”

“Apa?”

“Yaa Allah, tunjukkanlah aku jalan yang lurus, jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat, bukan jalan mereka yang sesat.”

“Al-fatiha.”

“Yups!”

“Waah, juaaaaraaa mantranya! Hahaha”

“Jadi.....”

“Aku ambil deh, perjalanan pertama ini.”

“Bilang Ibu sama Ayah dulu, kalau mereka yes, baru ambil.”

“Mereka yes, asal kubahagia. Kalau menurutmu bagaimana?”

Deg!

“Sependapat, sama ibu ayah deh. Aku percaya, jalan terbaik pasti untukmu.” Ia memejamkan mata, merapalkan sesuatu. Aku mengamini, barang kali itu adalah doa.

Hari itu, seorang gadis menginjak dewasa mulai belajar apa itu perjalanan. Sementara aku belajar menjadi rumah untuk setiap kepulangan.



Lanjut membaca Perjalanan Terakhir
Kumpulan Cerpen : Keba(l)ikan
Ratna Asih | Desember 2017
Sumber Gambar: Pixels.com by Leah Kelley

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images