Rumah

Juli 14, 2016

Sejauh apa pun kaki melangkah, berpetualang, dan menjelajah bumi-Nya. Sepanjang dan selama apa pun jalan yang ditempuh, pada akhirnya rumah adalah tempat pulang dari segala perjalanan.

Bukan sekadar tempat berlindung dari teriknya matahari atau derasnya hujan. Tapi, tempat menemukan sederhannya bahagia yang paling membahagiakan—apa pun keadaannya kini. Jujurlah—merindukan rumah adalah hal paling menyesakkan. Boleh jadi merindukannya adalah hal yang dibenci, mungkin sebab kenangannya atau rindu memang tidak akan membawa langkah untuk  pulang. Tapi rumah tetaplah rumah, tidak peduli dibenci atau disayang ia tetap tempat pulang.

Rumah. Setiap orang bisa mendefinisikan apa pun tentangnya. Kenangan dan perjuangan ada di dinding-dinding dan langit-langitnya. Layaknya tempat pulang, rumah mampu jadi penglipur segala yang kita dapat di luar sana. Ada rahasia yang tetap menjadi rahasia yang kita bagi pada dindingnya. Ada mimpi yang kita gantung di langit-langitnya.

Rumah tetaplah rumah. Meski  segalanya semakin menua—anak-anak beranjak dewasa, bapak ibu semakin senja. Anak-anak mulai pergi jauh, membangun rumahnya sendiri. Bapak ibu selalu menanti anak-anak pulang ke rumah. Meski anak-anak punya rumahnya sendiri, tapi bukankah rumah tetaplah rumah? Ia tetap menjadi tempat pulang. Tidak peduli sebanyak apa harta yang telah terkumpul di luar sana, tidak peduli setinggi apa ilmu yang telah didapat diluar sana, pun tidak peduli jika ada kehinaan di luar sana—rumah tetaplah tempatmu pulang, rumah selalu menunggumu pulang.

Banjarnegara, 13 Juli 2016
Ratna Asih

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images